Mengajar dengan Cara Baru: Menghidupkan "Everyday Problem-Based Learning" di Kelas
Di tengah derasnya arus
informasi dan perubahan dunia yang begitu cepat, pembelajaran tidak lagi cukup
hanya berfokus pada menghafal dan mengulang. Kini, siswa
membutuhkan kemampuan untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, mengambil
keputusan, dan berkolaborasi. Sayangnya, banyak pembelajaran di sekolah
masih berkutat pada rutinitas tanya–jawab yang linear, lembar kerja yang kaku,
dan evaluasi yang menuntut satu jawaban benar.
Di sinilah buku Everyday
Problem-Based Learning: Quick Projects to Build Problem-Solving Fluency
karya Brian Pete & Robin Fogarty menawarkan pendekatan baru yang
lebih segar: menghadirkan Problem-Based Learning (PBL) dalam format
sederhana, cepat, dan bisa dilakukan setiap hari.
Pendekatan ini bukan hanya
menyenangkan, tetapi juga melatih siswa menjadi pemecah masalah yang
luwes—sebuah kompetensi yang dibutuhkan untuk menghadapi “tes kehidupan”, bukan
sekadar “tes kelas”.
PBL Setiap Hari: Belajar
dengan Cara yang Lebih Hidup
Buku ini memulai konsepnya
dengan menarik: PBL tidak perlu menakutkan atau rumit. Guru tidak harus
menyiapkan proyek berbulan-bulan atau klasifikasi nilai yang kompleks. Bahkan,
penulis percaya bahwa PBL bisa dilakukan dalam 21 menit saja melalui
model mini mereka yang disebut “PBL in a Nutshell.”
Mengapa pendekatan ini
sangat relevan?
- Karena dunia nyata tidak memberikan
lembar kerja, tetapi memberikan masalah.
- Karena informasi bisa dicari,
tetapi cara berpikir harus dilatih.
- Karena siswa perlu terbiasa
mengambil perspektif yang berbeda, bukan hanya mengulang jawaban.
Dengan kata lain, PBL harian
mengubah kelas menjadi ruang eksplorasi, bukan pabrik jawaban.
7 Langkah Everyday PBL:
Kerangka Sederhana, Dampak Luar Biasa
Penulis menyusun PBL harian
ke dalam tujuh langkah yang sangat mudah diikuti. Setiap langkah melatih satu
keterampilan berpikir.
1. Develop Questions —
Mengembangkan Pertanyaan Esensial
Semua bermula dari
pertanyaan yang tepat. Guru dapat mengajak siswa:
- berpikir kritis,
- berimajinasi,
- dan mengembangkan pertanyaan besar
yang tidak punya satu jawaban benar.
Contoh:
- “Apa artinya berhasil dalam hidup?”
- “Bagaimana manusia memengaruhi
lingkungan?”
Pertanyaan-pertanyaan besar
ini membuat siswa merasa penasaran, terlibat, dan ingin tahu lebih jauh.
2. Launch Scenario —
Meluncurkan Skenario Masalah
Pada tahap ini guru
memberikan sebuah konteks atau cerita. Skenario harus:
- relevan,
- nyata,
- dan memiliki beberapa sudut
pandang.
Contoh:
“Pemerintah ingin membuat
desain kota ramah lingkungan. Anda berperan sebagai arsitek muda. Bagaimana
solusinya?”
Siswa belajar memahami point
of view, sebuah keterampilan penting dalam pemecahan masalah dunia nyata.
3. Gather Information —
Mengumpulkan Informasi
Tahap inilah siswa berperan
sebagai peneliti. Mereka belajar:
- mencari data valid,
- melakukan pencarian yang efektif,
- memilah fakta dari opini.
Penulis menegaskan bahwa informasi
itu mudah dicari, namun kemampuan mencari informasi yang relevan adalah
keterampilan abad 21.
4. Organize Information —
Mengorganisasi Informasi
Setelah informasi terkumpul,
siswa menyusunnya agar lebih bermakna. Bisa menggunakan:
- mind map,
- tabel,
- grafik,
- bagan sebab-akibat.
Langkah ini membuat siswa
mengubah data mentah menjadi pemahaman.
5. Create Evidence —
Membuat Bukti
Di sini siswa mulai
membangun argumen. Mereka mengubah informasi menjadi:
- bukti pendukung,
- temuan,
- dan simpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Bukti dapat berupa
ilustrasi, laporan pendek, grafik, foto, atau demonstrasi sederhana.
6. Present Findings —
Menyajikan Temuan
Siswa mempresentasikan hasil
pemecahan masalah. Formatnya beragam:
- presentasi lisan,
- poster,
- role-play,
- video singkat,
- slideshow.
Tujuannya bukan hanya
menyajikan data, melainkan meyakinkan audiens melalui logika dan komunikasi
efektif.
7. Assess Learning —
Menilai Pembelajaran
Penilaian dilakukan secara
menyeluruh:
- proses berpikir,
- kerja sama tim,
- bukti dan argumen,
- dan refleksi diri.
Pembelajaran berpindah dari
sekadar menilai “benar/salah” menjadi menilai kualitas berpikir.
PBL dalam 21 Menit:
Ketika Proses Lebih Penting dari Proyek
Salah satu bagian paling
menarik dalam buku ini adalah “PBL in a Nutshell”—PBL singkat yang
selesai dalam satu pertemuan.
Strukturnya:
- 3 menit untuk setiap langkah × 7
langkah
- Total 21 menit
Model ini efektif untuk:
- membangun budaya berpikir,
- membiasakan siswa terbuka pada
berbagai perspektif,
- mengasah kreativitas dan
kolaborasi,
- membuat pembelajaran lebih hidup
dan bermakna.
Guru pun tidak kewalahan
karena formatnya sangat praktis.
Mengapa Pendekatan Ini
Penting untuk Kelas Masa Kini?
- Siswa belajar menghadapi masalah
dunia nyata. Skenario
berbasis peran membuat siswa melihat masalah dari sudut pandang berbeda.
- Mengembangkan 4C dan keterampilan
abad 21. Critical
thinking, creativity, collaboration, communication.
- Konten tetap diajarkan, tetapi
proses berpikir menjadi pusat.
- Mengurangi dominasi guru dan
meningkatkan kemandirian siswa.
- Melatih siswa untuk menjadi
pembelajar seumur hidup.
Ketika dunia berubah begitu
cepat, pembelajaran yang berfokus pada hafalan tidak cukup. PBL harian memberi
siswa kemampuan untuk beradaptasi, mengambil keputusan, dan menciptakan solusi.
Kesimpulan: Saatnya
Menghadirkan PBL Setiap Hari di Kelas
Buku Everyday
Problem-Based Learning menegaskan bahwa PBL bukan hanya proyek besar yang
dilakukan sesekali. Dengan model tujuh langkah dan pendekatan “PBL in a
Nutshell”, guru dapat mengubah rutinitas pembelajaran menjadi pengalaman yang
lebih hidup, bermakna, dan relevan.
PBL harian:
- memantik rasa ingin tahu,
- memperkuat karakter berpikir,
- mempersiapkan siswa untuk dunia
nyata.
Jika Anda adalah seorang
guru yang ingin menghadirkan pembelajaran yang lebih kreatif, menyenangkan, dan
berdampak, buku ini adalah salah satu panduan terbaik yang dapat Anda jadikan
pegangan.
Unduh Bukunya DISINI
Posting Komentar untuk "Mengajar dengan Cara Baru: Menghidupkan "Everyday Problem-Based Learning" di Kelas"